- •Latar Belakang
- •Rumusan Masalah
- •Tujaun Pembahasan
- •Pembahasan
- •Syarat-Syarat Mufassir
- •Syarat-syarat mufassir mufrad
- •Aspek pengetahuan3
- •Aspek kepribadian4
- •Syarat mutlak mufassir jama’I
- •Aspek Kebahasaan dan cabang-cabangnya
- •Ilmu Fikh dan Ushul Fikh
- •Ilmu Tarikh al-Qur’an
- •Sikap terhadap tafsir hasil ijtihad
- •Daftar pustaka
Aspek kepribadian4
Adapun aspek kepribadian yang harusnya di miliki pada seeorang mufassir sebagai berikut :
Memiliki aqidah yang benar
Menjalankan sunnah nabi
Memiliki paradigma berpikir yang lurus
Tidak terpengaruh oleh pemikiran pemikiran kelompok yang menyimpang.
Bersifat adil dan tsiqot dalam pandangan umat islam.
Tidak mengikuti hawa nafsu dan tidak pelaku bid’ah.
Senantiasa ikhlas dalam beramal dan memiliki sifat zuhud.
Mengamalkan hukum hukum yang di kandung oleh alQuran.
Berakhlak mulia.
Menjauhi dosa, maksiat serta hal hal yang di haramkan oleh allah
Memiliki kepintaran dan kecerdasan intelektual.
Syarat mutlak mufassir jama’I
Aspek Kebahasaan dan cabang-cabangnya
Bagaimana seorang mufassir tidak memiliki kemampuan bahasa arab kalau ia ingin menafsirkan sedangkan al-Qur’an berbahasa arab? Maka dari itu aspek kebahasaan haruslah di miliki oleh seorang mufassir dengan alasan bahwa al-Qur’an berbahasa arab.Dengan menguasai bahasa arab dapatlah seorang mufassir menafsirkan ayat al-Qur’an dan mengambil hikmah dalam penafsirannya. Oleh sebab itu, bahasa arab haruslah dimiliki seorang mufassir.
Ilmu Fikh dan Ushul Fikh
Dengan menguasai ilmu ini seorang mufassir dapatlah mengambil sebuah hukum yang telah di tafsirkannya. Bagaimana seorang mufassir bisa menyingkap hukum yang ada di dalam al-Qur’an sedangkan ilmu ini adalah alatnya, dan alatnya tidak dikuasai? Maka dari itu, pemakalah menyimpulkan bahwa ilmu ini adalah ilmu yang mesti dikuasai seorang mufassir.
Ilmu Tarikh al-Qur’an
Ilmu tarikh al-Qur’an mencakup ilmu nasikh mansuk, asbab an-nuzul dan lain sebagainya. Ilmu ini dianggap penting, karena dengannya seorang mufassir dapat mengambil hikmah dalam penafsirannya.
Sikap terhadap tafsir hasil ijtihad
Dengan uraian diatas masih ada permasalahan yang harus di selesaikan yakni Apakah Seorang yang hendak menafsirkan al-Qur’an harus memiliki semua ilmu yang tertera di atas?
Dan diantaramasalah yang perlu dikaji adalah, bagaimana dengan sikap kita terhadap tafsir-tafsir yang dilakukan dengan menggunakan menggunakan Ijtihad?
Maka, sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa mustahil untuk menolak ijtihad didalam tafsir. Oleh karenanya, sikap kita sebagai pelajar tafsir haruslah memilih dengan selektif setiap tafsir yang ada. Dengan asumsi bahwa dari segi hasil dari sebuah penafsiran terbagi kepada dua kelompok. Yaitu, tafsir mahmudah ( terpuji ) dan madzmumah ( tercela ).5
Daftar pustaka
Muhammad Husain Adz-Dzahabi,. Tt. ‘Ilmu At-Tafsir. Kairo: Dar Al-Ma’arif.
Husain bin Ali bin Husain Al-Harby. 1996. Qawa‘id at-Tarjih ‘Inda al-Mufassirin; Dirasah Nazhariyyah Tathbîqiyyah. Riyadh: Dar al-Qasim. Juz 1
Jani Arni dalam bukunya Metode Penelitian Tafsir, Pekanbaru: Suska Press. 2011
1 Adz-Dzahabi, Muhammad Husain. Tt. ‘Ilmu At-Tafsir. Kairo: Dar Al-Ma’arif. Hal. 5
2Husain bin Ali bin Husain Al-Harby. 1996. Qawa‘id at-Tarjih ‘Inda al-Mufassirin; Dirasah Nazhariyyah Tathbîqiyyah. Riyadh: Dar al-Qasim. Juz 1. Hal. 29.
3 Ini adalah pendapat Shalah Abdul Fatah al Khalidi yang dikutip oleh Jani Arni dalam bukunya Metode Penelitian Tafsir, Pekanbaru: Suska Press., h. 29-34.
4 Op.Cit., h.35-36.
5 Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir (Tafakur; Bandung) 2007, Hal: 72. Dan Abidu Hasan Yunus, Tafsir Al-Qur’an Sejarah dan Metode Para Mufassir (Gaya media Pratama: Jakarta)2007, hal:72.
